JAKARTA, iNewsBlitar.id - Alasan Jenderal Hoegeng menolak jabatan duta besar (Dubes) akan diulas dalam artikel ini. Pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921 itu adalah Kapolri kelima atau Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) kala itu. Pria bernama lengkap Hoegeng Iman Santoso itu dilantik oleh Presiden Soeharto sebagai Kapolri di Mabak Kebayoran Baru, 15 Mei 1968.
Hoegeng diberhentikan sebagai Kapolri oleh Presiden Soeharto pada 2 Oktober 1971. Sebelum diberhentikan, Hoegeng menerima surat dari Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata (Menhankam/Pangab) M.Panggabean. Dalam surat itu menyebutkan bahwa masa jabatan Hoegeng berakhir karena usia yang dinilai sudah tua.
Dalam surat itu juga Hoegeng diusulkan untuk menjadi Dubes Swedia. Akan tetapi, jabatan dubes itu ditolak oleh Hoegeng. Kemudian, pemerintah saat itu pun menawarkan jabatan Dubes di Kerajaan Belgia, Nederland (Belanda), dan Luxemburg (Benelux). Pemerintah menawarkan jabatan itu dengan alasan bahwa Hoegeng fasih berbahasa Belanda dan istrinya, Meri merupakan keturunan Belanda.
Akan tetapi, jabatan itu pun ditolak Hoegeng. Kala itu, banyak yang menilai bahwa tawaran menjadi dubes merupakan cara Pemerintahan Presiden Soeharto "membuang" Hoegeng ke luar negeri. Hoegeng kembali ditawarkan menjadi dubes saat dipanggil Soeharto. "Tugas apa pun saya akan terima, asal jangan jadi dubes, Pak," jawab Hoegeng dalam bukunya, "Hoegeng, Polisi Idaman dan Kenyataan". "Di Indonesia, tidak ada lagi lowongan buat Hoegeng," kata Soeharto.
Hoegeng langsung menyatakan berhenti jadi Kapolri pada saat itu juga. Hoegeng memiliki alasan menolak jabatan dubes tersebut. Putra kedua Hoegeng, Aditya Soetanto Hoegeng atau Didit Hoegeng mengungkapkan bahwa ayahnya pernah menjelaskan kepada keluarganya di meja makan mengenai alasan menolak jabatan dubes tersebut.
"Yang pertama, Papimu ini seorang polisi, dan harusnya ditugaskan sebagai polisi saja, bukan dubes. Untuk menjadi dubes, harus seorang diplomat," kata Hoegeng. Akan tetapi, anak-anaknya mencoba menawar agar Hoegeng mengambil kesempatan itu. Anak-anak Hoegeng bisa merasakan luar negeri jika Hoegeng menjadi dubes. "Kita kan belum tahu luar negeri, Pap. Kalau Papi jadi dubes, kita bisa keluar negeri gratis," kata Didit dikutip dari buku Hoegeng Polisi dan Menteri Teladan yang ditulis Suhartono.
Hoegeng pun marah mendengar hal tersebut. Bahkan, Hoegeng menggedor meja makan saat itu. "God verdoeme! Kamu tahu, kalau Papimu jadi dubes, kerjanya hanya seremonial seperti bertemu dengan perwakilan pemerintah negara asing sambil minum atau makan. Padahal, di negara kita ini banyak rakyat yang tengah kesulitan hidupnya, dan untuk makan dan minum saja sulit," tandasnya. Anak-anak Hoegeng pun kala itu langsung diam, dan tidak membantah lagi.iNewsBlitar
Editor : Edi Purwanto
Artikel Terkait