BLITAR, iNewsBlitar.id - Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menegaskan pihaknya memilih berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan Menaker Ida Fauziyah dibandingkan dengan membawa massa tapi tak bertemu dengan pimpinan Kemenaker. “Dalam pertemuan tadi, setiap federasi bebas mengeluarkan pendapat dan dijawab satu persatu. Termasuk kami kritik Permenaker 2/2022 dengan usulan draft Permenaker yang dianggap KSBSI ada beberapa pasal tak sesuai dengan Permenaker sebelumnya,“ kata Elly mengutip okezone.
Elly menilai kritikan kepada Menaker Ida Fauziyah melalui dialog merupakan strategi lebih elegan. Meski demikian pihaknya tak menyalahkan teman-teman serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan aksi demonstrasi saat ini. “Paling tidak ini merupakan strategi kalau kita ingin melakukan pertemuan tatap muka, ini langkah paling pas," katanya.
Hal sama juga disampaikan oleh Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia/federasi yang tergabung dalam KSPI), Mirah Sumirat. Mirah memberikan apresiasi atas sikap Menaker Ida Fauziyah yang menerima KSPI. “Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih di waktu yang begitu padat Ibu Menteri Ketenagakerjaan, Ibu Ida Fauziyah menyempatkan untuk bisa bertemu dengan seluruh elemen serikat pekerja,” ucap Mirah.
Sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerima sejumlah pimpinan Serikat Pekerja/Serikat Buruh untuk berdialog terkait terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022, Rabu 16 Februari 2022 kemarin. Dialog dihadiri oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Dalam dialog tersebut Menaker Ida Fauziah menjelaskan secara gamblang terkait dengan latar belakang keluarnya Permenaker 2/2022, tujuan dan maksud, serta hal-hal yag terkait dengan jaminan hari tua dan Jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
"Jika kita flashback, ketika Permenaker 19/2015 diberlakukan saat itu, kita belum memiliki alternatif skema Jamsos bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan atau mengalami PHK. Jadi ada kekosongan regulasi yang mengatur orang kehilangan pekerjaan. Nah, saat ini setelah kita memiliki program JKP, kita mengembalikan hakikat JHT sebagai jaminan sosial hari tua," kata Ida dalam keterangannya, Kamis 17 Februari 2022.
Kemudian kata dia, meskipun Permenaker Nomor 2/2022 sudah diundangkan JKP belum efektif. Alasannya, program ini sudah berjalan dengan dibayarkannya modal awal dan iuran peserta dari Pemerintah sebesar Rp 6 triliun dan Rp 823 miliar. Untuk manfaat JKP lainnya, Kemnaker juga sudah menyiapkan akses informasi pasar kerja lewat Pasker.ID serta menyiapkan lembaga-lembaga pelatihan untuk melaksanakan pelatihan re-skilling maupun up-skilling.
Dalam dialognya, Menaker Ida Fauziyah menerangkan bahwa Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang diundangkan pada 4 Februari lalu akan diberlakukan secara resmi pada 4 Mei 2022 mendatang. Permenaker 2/2002 ini menjadi momentum untuk memberikan perlindungan paripurna bagi pekerja/buruh di masa tua/pensiun. Di sisi lain, untuk resiko PHK saat ini sudah terdapat program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Pada masa transisi ini, pihaknya akan fokus untuk menggencarkan sosialisasi setidaknya pada tiga aspek. Pertama, ketiga manfaat JKP yakni uang tunai, pelatihan kerja, dan akses informasi pasar kerja. Kedua, maksud dan tujuan Permenaker 2/2022 untuk melindungi resiko masa tua/pensiun pekerja/buruh. "Ketiga, imbauan kepada perusahaan untuk menghindari PHK. Jikapun PHK harus dilakukan, maka hak-hak pekerja/buruh harus ditunaikan baik itu pesangon, uang penghargaan masa kerja, maupun uang penggantian hak. Jika tidak, sanksi tegas menunggu,” terangnya.
Mendengar penjelasan Menaker, Ida Fauziyah, pimpinan SP/SB cukup memahami namun juga menyampaikan beberapa aspirasi terkait dengan hadirnya Permenaker 02/2022. Menaker menyimak dan mendengar secara serius terhadap masukan-masukan tersebut. “Kami sangat mengapresiasi terhadap masukan-masukan tersebut dan akan kita jadikan bahan kajian,” tegas Menaker.
Editor : Edi Purwanto