Saat pembongkaran makam berlangsung, warga yang hadir mengenakan kopiah dan membacakan salawat dan doa. Mereka terlihat khusyuk. Tak ada suara lain selain lantunan salawat. Saat jasad almarhum diangkat dari liang makam, terdengar orang-orang mengucapkan takbir, Allahuakbar, Allahukbar. Sedangkan orang yang berada di atas liang makam langsung membungkus jasad yang masih utuh itu dengan kain kafan yang baru dan bersih.
Betapa terkejutnya para penggali makam saat mendapati kain kafan almarhum sang guru ngaji masih relatif utuh. Selain itu, tubuh sang guru ngaji pun tidak rusak. Padahal faktanya, jasad almarhum telah terkubur selama 17 tahun. Umumnya, jasad yang telah dimakamkan selama itu pasti hanya tinggal tulang belulang dengan kain kafan yang telah hancur. Informasi yang diperoleh menyebutkan, pemindahan makam almarhum dilakukan dianggap tidak layak, berada persis di pinggir kandang domba atau kambing. Sementara, almarhum merupakan tokoh masyarakat kampung setempat.
Akhirnya, berdasarkan kesepakatan antara keluarga almarhum, tokoh, dan masyarakat, makam almarhum dipindahkan ke Tempat Permakaman Umum (TPU) Pasirnaan yang lokasinya tidak jauh dari makam awal. Ace Kosasih, penggali kubur mengatakan, melihat dengan mata kepala sendiri kondisi jasad almarhum Muhya bin Rudia masih utuh saat dipindahkan. Kulitnya masih ada dan tulangnya juga masih menyatu.
Editor : Edi Purwanto