get app
inews
Aa Read Next : Cerita 50 Haji Masa Kolonial Belanda yang Jadi Cikal Bakal Pesantren di Jawa

Cerita Pan Islamisme dan Asal-usul Politik Identitas Warisan Kolonial Belanda

Senin, 20 Maret 2023 | 10:28 WIB
header img
Kolonial Belanda khawatirkan gerakan Pan Islamisme dan politik identitas yang dibawa orang Arab Hadrami (Yaman Selatan) mengancam kekuasaan di Hindia Belanda (foto/repro/ist)

JAKARTA, iNewsBlitar - Pemerintah kolonial Belanda sejak awal mengkhawatirkan munculnya gerakan Pan Islamisme yang dimotori orang-orang Hadrami (orang-orang Arab Hadramaut atau Yaman Selatan) di Hindia Belanda (Indonesia).

Pan Islamisme merupakan gerakan politik Islam yang menolak penjajahan barat atas umat Islam di seluruh dunia. Gerakan ini berpatron pada Turki paruh kedua abad ke-19, yakni masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid (1876-1909).

Kolonial Belanda ketar-ketir, politik identitas Islam akan dipakai orang-orang Arab Hadrami untuk membangkitkan solidaritas perlawanan penduduk Hindia Belanda (pribumi) yang mayoritas muslim.

Sebagai tenaga ahli pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk urusan Islam, Snouck Hurgronje terlihat paling resah. Ia tidak ingin gerakan Pan Islamisme  membangkitkan kesadaran penduduk pribumi, bahwa mereka adalah kawula terjajah.

“Snouck memperingatkan bahwa tujuan akhir orang Hadrami adalah menyebarkan Islam dan menunjukkan kepada penduduk pribumi bahwa mereka dieksploitasi tanpa ampun oleh pemerintah kolonial yang zalim dan kafir,” demikian dikutip dari buku Mencari Identitas (2019).

Keresahan terhadap gerakan Pan Islamisme berubah menjadi kebencian kolonial Belanda terhadap orang-orang Arab Hadrami di Hindia Belanda. Snouck menyurati Gubernur Jenderal dan Menteri Koloni.

Tiga nasehat untuk menangkal Pan Islamisme di Hindia Belanda ia luncurkan. Di antaranya, pemerintah diminta mengoreksi munculnya setiap informasi (terkait Pan Islamisme) di surat kabar dan jurnal yang dinilai salah.

Selain dikoreksi, informasi yang ada juga hendaknya disangkal. Negara harus menguasai isu dan informasi. Kemudian melalui saluran diplomasi menegaskan Turki tidak punya hak sama sekali atas urusan yang menyangkut orang Hadrami dan warga lokal koloni (Hindia Belanda).

Snouck juga mengusulkan menolak masuknya orang Arab Hadrami ke Hindia Belanda. Bagi Snouck cara itu sebagai solusi terbaik, karena setiap imigran baru ibaratnya akan menuangkan minyak ke api.

“Selain itu membolehkan orang Hadrami masuk ke Hindia Belanda harus diimbangi dengan membolehkan orang Eropa memasuki Hadramaut”.

Pasca revolusi Turki tahun 1908, Snouck Hurgronje tetap mempertahankan pandangan politiknya. Kalaupun yang ditakutkan tidak terjadi, ia mengingatkan Pan Islamisme tidak pernah lenyap sama sekali.

Snouck berpendapat, yang bisa menyebarkan cita-cita Islam tidak hanya pemerintah dan bangsa, tetapi juga organisasi lokal dan kongres internasional yang kemudian menghasilkan majelis internasional permanen. Yakni Liga Bangsa-Bangsa Muslim yang berseberangan dengan koalisi negara-negara Eropa.

Snouck Hurgronje membangkitkan perasaan anti-Arab di Hindia Belanda, yang sebelumnya sudah tumbuh subur di kalangan pemerintah. “Dalam surat-suratnya orang Hadrami berulang kali digambarkan dengan ungkapan yang menyakitkan hati dan merendahkan”.

Usulan pemikiran Snouck tidak sepenuhnya diterima pemerintah Hindia Belanda. Bahkan muncul juga penentangan karena disebabkan reaksi internasional. Namun kendati demikian pada tahun 1912 kolonial Belanda berusaha menghalangi masuknya orang Hadrami sebisa mungkin.

Pada tahun 1918 muncul kebijakan orang Arab Hadrami yang boleh masuk ke Hindia Belanda hanya mereka yang memiliki kerabat hingga tingkatan ketiga yang tinggal di Hindia Belanda.

Kebijakan imigrasi itu hanya berlaku setahun dan dicabut karena khawatir terjadi konflik dengan Inggris yang saat itu telah menguasai wilayah Hadramaut. Snouck Hurgronje dengan kesal menyebut pemerintah lamban dalam melakukan pelarangan imigrasi.

Snouck tetap kukuh dengan pendiriannya, bahwa Pan Islamisme dengan gerakan solidaritas beratas nama Islam akan membahayakan kekuasaan kolonial Belanda di Hindia Belanda.

Editor : Solichan Arif

Follow Berita iNews Blitar di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut