Logo Network
Network

Melihat Jahe Merah yang Menjadi Idola Baru Petani Kawasan JLS Trenggalek

Arif
.
Jum'at, 12 Agustus 2022 | 12:18 WIB
Melihat Jahe Merah yang Menjadi Idola Baru Petani Kawasan JLS Trenggalek
Tampak pengeringan jahe merah yang memakai sistem Solar Dryer Dome di Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek (foto/iNewsBlitar)

TRENGGALEK, iNewsBlitar - Seiring penuntasan proyek nasional Jalur Lintas Selatan (JLS), tanaman jahe merah menjadi andalan baru bagi pemberdayaan ekonomi warga Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Produksi jahe merah menjadi terobosan ekonomi kerakyatan bagi penduduk Kecamatan Pule yang jumlah angka kemiskinannya terbesar nomor dua di Kabupaen Trenggalek.  

Rempah empon-empon bahan komoditas herbal, yakni terutama jahe merah yang dihasilkan petani Pule Trenggalek, diklaim sebagai salah satu yang terbesar di Jawa Timur selain Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Malang dan Kabupaten Banyuwangi.

“Berdasarkan badan balai penyuluhan pertanian, Pule menghasilkan 4.500 ton empon-empon setiap tahunnya,” kata Hari Subiyanto Ketua Badan Usaha Milik Desa Bersama (Bumdesma) Sari Bumi Pule Trenggalek kepada wartawan Jumat (12/8/2022).

Bersinarnya tanaman jahe merah sebagai andalan baru petani Pule tidak lepas dari peran Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Bumdesma Sari Bumi yang dibentuk oleh tiga desa, yakni Desa Pakel, Desa Pule dan Desa Jombok, berdiri sejak tahun 2018.

Bumdesma Sari Bumi mengambil peran pendamping petani mulai hulu hingga hilir. Bumdesma terlibat penuh mulai urusan pengadaan benih jahe merah, pupuk, cara bercocok tanam, pengolahan hasil panen dari basah menjadi kering hingga pemasaran.

Agar diperoleh jahe merah sesuai standar kering, Bumdesma Sari Bumi juga menyediakan fasilitas pengeringan berkapasitas 1,6 ton dengan sistem Solar Dryer Dome.  

“Di sini, jahe merah yang sudah dicuci, ditiriskan, dikeringkan selama dua hari. Kipas yang bergerak agar keringnya merata memakai tenaga surya,” terang Hari Subiyanto menjelaskan fungsi pengeringan Solar Dryer Dome.  

Saat ini luas lahan yang telah ditanami jahe merah di Pule mencapai 6 hektar, dengan jumlah petani mitra dengan Bumdesma sebanyak 50 orang petani. Mayoritas dari mereka merupakan petani miskin dengan kepemilikan lahan yang sempit. Semua benih jahe merah dan pupuk dipasok dari Bumdesma dengan perhitungan sistem kerjasama bagi hasil.

Di luar 50 petani itu masih ada 100-an petani lain yang juga mengikuti ketentuan pengolahan tanaman jahe merah. Mereka merupakan bagian dari program CSR (Corporate Social Responsibility) Bumdesma.

“Angka kemiskinan di Pule adalah terbesar nomor dua di Kabupaten Trenggalek. Karenanya yang kita utamakan dalam kerjasama ini adalah petani miskin yang mengandalkan lahan di sekitar rumah,” terang Hari.

Hendro Yudi Hariyanto selaku pendamping Bumdesma Sari Bumi menambahkan, saat panen, yakni 10 bulan sekali, setiap hektar lahan yang dikelola petani rata-rata mampu menghasilkan 14-15 ton jahe merah basah.

Kemudian untuk setiap 8 ton jahe merah basah yang telah melalui proses pengeringan, dihasilkan 1 ton jahe merah kering. Bumdesma Sari Bumi, kata Hendro, berani membeli harga jahe merah basah petani lebih tinggi dari harga pasar.

Yakni Rp 7.000 per kilogram dan sesuai kesepakatan akan naik ketika harga pasar naik. Sementara harga jahe merah basah di pasar saat ini  Rp 2.500- Rp 3.000 per kilogram. Dengan demikian, para petani Pule terlindungi dari ancaman kerugian akibat jatuhnya harga pasar.  

“Rata-rata satu hektar dengan akumulasi 12 ton panen, 120 juta nilai transaksinya,” kata Hendro menjelaskan.

Dalam hal pemasaran jahe merah kering ini, Bumdesma Sari Bumi Pule Trenggalek bermitra dengan PT Bintang Toedjoe, perusahaan di bawah naungan PT Kalbe Farma Tbk. Jahe merah  petani Pule Trenggalek menjadi salah satu pemasok terbesar bahan produk herbal Bintang Toedjoe.

Kebutuan jahe merah untuk produksi farmasi di Bintang Toedjoe mencapai 10 ton setiap bulannya. Menurut Hari Nugroho selaku Komunikasi Eksternal PT Kalbe Farma Tbk, ekosistem jahe merah yang dibangun anak usaha Bintang Toedjoe merupakan salah satu upaya perusahaan mendukung kemandirian bahan baku obat di Indonesia, khususnya berbasis herbal.

“Kalbe selalu mempertimbangkan keberlanjutan dalam menjalankan operasional perusahaan, terutama dampak positif terhadap lingkungan masyarakat dan semua pemangku kepentingan yang terkait, dengan tujuan bersama sehatkan bangsa,” ujar Hari Nugroho.

Editor : Solichan Arif

Follow Berita iNews Blitar di Google News

Bagikan Artikel Ini