New York, iNews.id Kurang dari satu bulan, sejak pertama kali varian Omicron terdeteksi di AS telah berubah menjadi varian dominan. Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) Amerika Serikat (AS) yang dirilis pada akhir Desember 2021 dalam datanya menyebutkan bahwa omicron menyumbang 58,6% dari semua kasus positif COVID-19 secara nasional.
Akibatnya selama liburan Natal, varian Omicron menyebabkan banyak penerbangan dibatalkan, pasien memenuhi rumah sakit, dan membuat banyak keluarga tidak dapat bertemu selama dua tahun berturut-turut.
Dilansir dari Sindonews, pada Kamis (13/1/2022) Kepala Medis di Pusat Medis Aurora di Colorado, Dr. Phil Stahel, mengatakan varian Omicron - memiliki sekitar 50 mutasi; dan lebih dari 30 domain spike protein. Jumlah ini lebih banyak dari mutasi varian virus corona lainnya.
Sebagai perbandingan, varian Delta memiliki sekitar 13 mutasi. Itu artinya, kata Dr Sthael, antibodi tubuh lebih sulit mengenali COVID-19 sebagai COVID-19. Itulah alasan utama mengapa Omicron 20 kali lebih mudah menular daripada jenis COVID-19 yang asli dan 2,5 kali lebih menular daripada varian Delta, meskipun sudah divaksinasi.
"Omicron, domain pengikatan reseptor, telah bermutasi begitu banyak sehingga memiliki afinitas yang lebih sedikit dalam hal antibodi dari vaksin yang mengenalinya. Jadi jawabannya adalah suntikan booster. Ini akan membanjiri virus dengan jumlah respons imun, bahkan jika tidak ada kecocokan yang sempurna,” kata Dr Stahel.
Sebuah penelitian di Denmark menunjukkan orang-orang sudah mendapat suntik vaksin booster memiliki kemungkinan 56% lebih kecil untuk terinfeksi Omicron dibandingkan yang hanya dua dosis vaksin. Omicron masih berpotensi menimbulkan lebih banyak risiko masalah kesehatan serius dan kematian pada mereka yang tidak divaksinasi dibandingkan dengan mereka yang divaksinasi.
"(Setelah divaksin) Kita mungkin masih bisa kena virus, kita mungkin masih sakit, kita mungkin menderita selama beberapa hari, tetapi itu bukan lagi bencana," kata Dr Stahel.
Foto: Data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS yang dirilis pada akhir Desember 2021 menyebutkan bahwa Omicron menyumbang 58,6% dari semua kasus positif COVID-19 secara nasional. iNews Blitar
Editor : Robby Ridwan