get app
inews
Aa Read Next : Nasib Tragis Sultan Hamengkubuwono II, Raja Jawa yang Dimakzulkan dan Dijarah Istananya

Dibalik Kematian Sultan Agung, Gunung Merapi Turut Berikan Tanda Duka

Jum'at, 07 Januari 2022 | 22:29 WIB
header img
Gunung Merapi kembali semburkan lava pijar.(Foto:BPPTKG)

Blitar.iNews.id - Legenda masih menjadi pengajaran yang terus disampaikan oleh orang tua hingga saat ini. Sayangnya, banyak kisah masa lalu yang penuh pengajaran harus begitu saja hilang dari peradaban. Berikut kami sajikan kisah pilu dibalik kematian Raja Mataram.

Berita duka tentang kematian Raja Mataram Sultan Agung memberikan dampak yang besar bagi seluruh rakyatnya. Duka mendalam tersebut dirasakan keluarga, masyarakat, dan bahkan alampun ikut bersedih. Hal tersebut ditandai dengan meletusnya Gunung Merapi dengan gelegar dahsyatnya.

Dikisahkan, Sultan Agung meninggal diakibatkan oleh sakit keras yang dialaminya. Pada saat itu Sultan Agung ditemani dan ditunggu oleh seluruh anggota keluarga, hingga kerabatnya.

Sebagaimana dikisahkan dari buku "Babad Tanah Jawi" tulisan WL Olthof, saat itu Sultan Agung memiliki dua orang putra yang tertua bernama Adipati Arya Mataram, yang sudah menikah dengan putri Pangeran Pekik di Surabaya. Putra kedua bernama Raden Mas Alit atau Pangeran Danu Paya.

Sebelum meninggal dunia, Sultan Agung berpesan untuk meneruskan takhta Mataram ke tangan anak tertuanya, Pangeran Adipati Arya Mataram. Tak berselang lama, Sultan Agung wafat. Suara tangisan menggema di dalam istana Mataram.

Bahkan tanda-tanda alam juga turut menjadi bukti dunia ikut berduka cita, melepas kepergian Sultan Agung. Gunung Merapi yang merupakan tempat penting bagi Mataram kala itu, menggelegar suaranya, bercampur dengan suara ampuhan di angkasa. Jenazah Sultan Agung disucikan dan disalatkan, lalu disemayamkan di Imogiri dengan sengkalan tahun 1578.

Di hari Soma, pasca meninggalnya Sultan Agung, Panembahan Purbaya bersama cucunya mengumpulkan orang-orang Mataram dan menobatkan raja berikutnya, Pangeran Adipati Arya Mataram. Penobatan itu pun disambut oleh serempak rakyat Mataram, yang menyetujuinya. Suaranya laksana saur peksi, para pandita, para kaji berdoa mendukung penobatan Pangeran Adipati Arya Mataram.

Sang nata lalu masuk istana, sejak raja baru berkuasa negara Mataram gemah ripah, tata raharja, tegak adil, hukum yang berlaku, pemerintahan tidak berubah, masih seperti ketika Sultan lama yang sudah almarhum. Di hari Respati atau Kamis, dikisahkan Sang Sultan mengundang pada bupati dan sentana atau pejabat istana.

Dia memerintahkan untuk membuat istana baru, dari Kota Karta menuju istana baru di Plered. Keputusan Sang Raja Mataram baru ini dipenuhi seluruh bala tentara dan pejabat Mataram.

Editor : Robby Ridwan

Follow Berita iNews Blitar di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut